Tahap 1: Ka-Tuhanan (Kesadaran Diri)

Perjalanan PANCASILA DASAR SALIRA dimulai dari langkah paling fundamental: KA-TUHANAN. Ini adalah tahap "Keberanian" (Brave-ness) untuk memutus rantai "Gua Digital" yang membius kesadaran kita.

Imbuhan "Ka-" pada Ka-Tuhanan menandakan sebuah KEADAAN atau SIFAT, bukan entitas eksternal. Sila pertama bukanlah perintah untuk menyembah "Tuhan" yang jauh di langit, melainkan sebuah undangan untuk melakukan GNOSIS: mengenali dan merasakan sifat-sifat Ilahi yang imanen (hadir) di dalam diri kita sendiri.

Sifat Ilahi itu adalah kesadaran murni, welas asih, dan kreativitas yang menjadi inti dari siapa diri kita. Seperti analogi "ACUK KACAAN" (Baju Terkena Air), Ka-Tuhanan bukanlah "baju" atau "air"-nya (objek), melainkan "rasa basah"-nya itu sendiri (pengalaman langsung). Ini adalah pengalaman batin yang universal, melampaui sekat-sekat agama formal.


MENEMUKAN "KURING" (SANG DIRI SEJATI)

Inti dari Tahap 1 adalah sebuah perjalanan introspektif: "PADUNGDENGAN KURING JEUNG KURUNG" (Dialog antara "Aku Sejati" dan "Sangkar" atau Raga/Tubuh).

Filosofi ini membedakan tiga komponen fundamental diri (Aji Dipa):

  1. KURUNG (Raga/Wadah): Tubuh fisik kita, sangkar yang bersifat sementara.
  2. RASA (Batin): Esensi batin, perasaan, dan pikiran yang menghidupi raga.
  3. KURING (Sang Aku Sejati): Kesadaran murni yang abadi, sang saksi yang mengamati Raga dan Rasa.

Penjajahan pikiran terjadi ketika kita salah mengidentifikasi diri kita sebagai KURUNG (raga/pikiran/ego), sehingga kita mudah diperbudak oleh hasrat dan ketakutan. Tahap 1 adalah proses menyadari identitas sejati kita sebagai KURING (kesadaran murni). Inilah fondasi kedaulatan diri.


DASAKRETA (SEPULUH GERBANG KEDAULATAN DIRI)

Untuk mencapai kejernihan batin (KURING NYARING atau "Aku yang Sadar"), langkah praktisnya adalah menguasai DASAKRETA, atau sepuluh disiplin pengendalian "pintu indra" yang diajarkan dalam naskah kuno Sanghyang Siksakandang Karesian (SSK).

Ini adalah "firewall kognitif" untuk memfilter koersi eksternal dan "polusi" informasi dari Gua Digital. Disiplin ini mencakup pengendalian sadar atas apa yang kita lihat (mata), dengar (telinga), ucapkan (mulut), hingga tindakan kita (tangan dan kaki). Dengan menguasai Dasakreta, kita berhenti menjadi reaktif dan mulai menjadi proaktif. Kita tidak lagi diperbudak oleh stimulus eksternal, melainkan bertindak berdasarkan tuntunan KURING (kesadaran sejati) dari dalam.

Disiplin ini membagi 10 gerbang menjadi dua kategori: 5 Gerbang Input (Sensorik) untuk memfilter realitas, dan 5 Gerbang Output (Aksi) untuk menciptakan realitas.

5 Gerbang Input (Sensorik)

  • Mata ulah barang deuleu: Mengubah mata dari "konsumen pasif" (hipnotis) menjadi "pemindai aktif" (mencari kebenaran).
  • Ceuli ulah barang denge: Melatih telinga batin untuk membedakan "noise" (suara ego/luar) dari "hening" (suara KURING/intuisi).
  • Irung ulah barang ambeu: Mengendalikan insting hewani (KURUNG) dan godaan kemewahan semu agar KURING tetap memegang kendali.
  • Letah ulah barang carek: Disiplin atas hasrat dasar (indulgensi). Jika kita tak bisa mengendalikan lidah, kita tak bisa mengendalikan emosi.
  • Kulit ulah barang rampa: Melatih ketahanan batin (resiliensi) agar tidak goyah oleh kenyamanan atau ketidaknyamanan fisik.

5 Gerbang Output (Aksi)

  • Sungut ulah barang ucap: Menguasai ucapan sebagai "mantra" pencipta (Sabda). Berbicara dengan niat, bukan kebocoran energi (gosip, keluhan).
  • Leungeun ulah barang cokot: Mengubah fungsi tangan dari "mengambil" (akumulasi ego/korupsi) menjadi "memberi" (manifestasi Dharma).
  • Suku ulah barang tincak: Setiap langkah adalah pilihan sadar (strategis) sesuai arahan KURING, bukan reaktif terseret arus.
  • Payu ulah barang pake: (Baga/Purusa) Transmutasi energi kreatif. Mengubah libido hewani menjadi "bahan bakar" Gnosis dan kreativitas luhur.
  • Tumbung ulah barang pake: (Anus) Melambangkan pelepasan. Disiplin untuk melepaskan apa yang tidak lagi perlu (dendam, trauma) dan tidak terikat pada sisa.